Bingung pilih PENJURUSAN? Ketahui Perbandingan IPA VS IPS

Posted by Unknown on 10.06 with No comments
IPA vs IPS

Assalmu 'alikum, Buat agan/sis yang sekarang di bangku SMA, pasti tau dengan istilah “penjurusan”. Penjurusan di SMA ini secara umum dibagi menjadi IPA (Ilmu pengetahuan alam) dan IPS (ilmu pengetahuan sosial). Dulu sih masih ada beberapa sekolah yang masih memberikan opsi jurusan Bahasa (mungkin sekarang masih ada juga). Pengalaman ane sebagai anak IPA kelinci percobaan kurtilas penjurusan itu ditentukannya dari kelas X loh gan.. Tapi untuk pembahasan postingan kali ini, ane mau bahas tentang perbandingan jurusan IPA dan IPS  >.<.



Sebelumnya apa sih tujuan dari penjurusan? Katanya sih, penjurusan ini punya tujuan untuk bikin siswa jadi fokus sama salah satu rumpun ilmu pengetahuan tertentu. Berarti idealnya nih, agan/sis yang belajar IPA akan lebih fokus belajar tentang ilmu-ilmu yang mempelajari bagaimana alam ini bekerja seperti Fisika, Kimia, dan Biologi. Sementara agan/sis yang jurusan IPS akan lebih ngulik ilmu tentang interaksi sosial masyarakat seperti Sejarah, Ekonomi, Geografi, dan Sosiologi. Cuma masalahnya, apakah betul pemisahan jurusan antar IPA dan IPS betul-betul merepresentasikan konsep itu?

Ane mau cerita pengalaman kecil beberapa waktu yang lalu dicurhatin sama saudara ane yang baru aja memutuskan jurusannya. Berhubung saudara ane ini seneng debat ngikutin perkembangan politik dan ekonomi mancanegara, dia memilih IPS sebagai penjurusan di masa SMA-nya. Setelah sebulan menjalani kegiatan belajar-mengajar, saudara  ane mengeluh bahwa dia selalu dibanjiri dengan pertanyaan sama teman-temannya -_-

“cuy kenapa sih masuk IPS? Padahal kan lu pinter!” 

DUAARR....!! Nah lho, pernah gak sih agan/sis yang punya nilai akademis oke di jurusan IPS ditanyain hal yang sama? Emangnya kalau saudara ane pinter, kenapa temen-temennya pada nanyain kenapa dia gak masuk jurusan IPA? Emang kalau agan/sis pinter harus masuk jurusan IPA, ya? -_-  Emangnya anak-anak di jurusan IPS itu gak sepinter mereka yang di IPA ya? T_T
Kalo mau bicara konsep ideal dari tujuan awal pemisahan antara 2 rumpun ilmu tersebut, tentu saja jawabannya : nggak dong, anak IPA dan IPS kan punya ranahnya masing-masing. Tapi kalo kita balik ke realita, gak bisa dipungkiri bahwa emang ada fenomena ganjil dalam dunia pendidikan kita, dimana jurusan IPS dinilai lebih inferior dibandingkan jurusan IPA. Bahkan kalo dibedah, jurusan IPA seolah-olah dipandang sebagai jurusan yang berisi anak-anak yang rajin belajar, suka ngitung, anak baik-baik, pekerja keras, tapi kurang banyak bergaul karena kebanyakan waktunya dihabisin di tempat les/bimbel. Sedangkan anak-anak IPS dipandang sebagai kumpulan anak yang males belajar, tukang main, lebih jago hafalan, punya kemampuan bergaul yang lebih oke dibandingkan anak-anak IPA.
Pandangan seperti ini emang gak cuma agan/sis doang yang ngerasain di jaman sekarang ini. Misskonsepsi ini sebetulnya udah jadi semacam stigma yg gak tertulis selama bertahun-tahun dari generasi ke generasi. So jangan heran kalo stereotype semacam ini  gak cuma ada di pikiran pelajar SMA, tapi juga sampai ke kalangan orangtua bahkan beberapa guru tertentu.  Nah dalam kesempatan kali ini, ane mau coba ngebahas beberapa misskonsepsi atau pandangan umum yang keliru antara jurusan IPA dengan jurusan IPS. Okay, langsung aja yuk kita mulai pembahasannya:

Mitos #1: Jurusan IPA lebih superior dan bergengsi daripada jurusan IPS.

cuwi0
Penyebab adanya misskonsepsi seperti ini bisa jadi bermacam-macam, dari mulai kualitas soal dan tingkat kesulitan yang jomplang antara pelajaran-pelajaran IPA dengan IPS, kualitas/kemampuan guru IPA dan IPS yang berbeda, sampai gengsi dari kalangan orangtua murid. Hal-hal seperti inilah yang justru secara simultan menguatkan misskonsepsi ini dari waktu ke waktu. Tanpa sadar hal seperti ini yang membentuk stigma terhadap jurusan IPA maupun IPS. Sehingga siswa yang nilai akademisnya oke dituntut untuk masuk ke jurusan IPA, padahal mungkin sebetulnya ketertarikan minat dan bakat dia adalah topik-topik yang berbau sosial.
Cuma karena gak mau dicap sebagai "anak kurang rajin belajar jadi gak mampu masuk IPA" jadinya milih jurusan yang sebetulnya bukan minat dia. Sebaliknya, siswa yang nilai akademisnya kurang oke jadi terpaksa masuk IPS karena standard nilai untuk masuk penjurusan IPA lebih tinggi daripada jurusan IPS, padahal mungkin sebetulnya minat anak ini lebih suka topik yang berkaitan dengan ilmu alam, cuma karena dia males belajar aja jadi terpaksa masuk IPS.
Nah, menurut ane sih idealnya baik agan/sis yang mau masuk jurusan IPA atau IPS, dua-duanya harus punya standar sendiri-sendiri. Jadi, konsepnya bukan yang gak lulus jurusan IPA, langsung dimasukin ke jurusan IPS. Tapi dilihat dulu, apakah anak tersebut emang layak untuk masuk jurusan IPS atau enggak. Intinya setiap siswa diberikan kebebasan untuk memilih jurusan-nya sesuai dengan minat mereka masing-masing, yang tentu cermin yang paling mudah untuk melihat minat adalah nilai akademis masing-masing pelajaran. Terlepas dari nilai akademis itu, sebaiknya penjurusan itu dikembalikan lagi pada keputusan masing-masing siswa.
Dengan ada standardisasi dan konsep seperti itu, sebetulnya gak perlu ada tuh jenjang superioritas-inferioritas di antara dua bidang tersebut. Baik IPA maupun IPS sebetulnya sama-sama membutuhkan kompetensi yang berbeda-beda dan setiap pelajar bisa jadi bener-bener jago di bidangnya masing-masing. (y)

Mitos #2 :Anak IPA kuat di hitungan, IPS lebih kuat di hafalan

IPA vs IPS
Ini adalah salah satu stereotype yang dari dulu sampe sekarang awet banget nempelnya di masyarakat. Seolah-olah tingkat kecerdasan siswa itu cuma dibagi jadi dua tolak ukur doang: hitungan dan hafalan. Kalo agan/sis jago hitungan ya itu tandanya agan/sis cocok masuk ke jurusan IPA, kalo agan/sis jago ngehafalin, berarti lo cocoknya masuk jurusan IPS. This is so wrong in so many ways broo!

  • Gak ada satu pun pelajaran hitungan di IPA, baik Fisika, Kimia, dan Biologi itu sama sekali bukan pelajaran berhitung. Kalaupun ada yang namanya pelajaran berhitung, yang paling deket itu ya pelajaran Akuntansi, itu pun malah dia lebih pas masuk ke jurusan IPS.

  • Gak ada satu pun pelajaran di IPS yang menuntut hafalan, kalo sekarang agan/sis yang di jurusan IPS masih banyak ngehafalin materi pelajaran, berarti cara belajar agan/sis yang keliru. Baik Sejarah, Sosiologi, Ekonomi, maupun Geografi itu pelajaran yang menuntut pemahaman konseptual yang komprehensif. Sementara kalo agan/sis udah ngerti konsepnya, dengan sendirinya juga agan/sis akan hafal sama istilah-istilah yang digunakan.

Nih broo, ane mau bahas sedikit pembedaan tingkat kecerdasan yang jauh lebih bener daripada pembagian hafalan-hitungan. Berdasarkan Bloom’s Taxonomy, kemampuan manusia dalam domain kognitif terbagi menjadi tiga aspek, yaitu
  1. Level 1: Knowledgeyang termasuk dalam knowledge adalah pengetahuan kita mengenai fakta-fakta atau terminologi yang spesifik, pengetahuan mengenai metode-metode tertentu, dan pengetahuan mengenai prinsip-prinsip dan teori-teori universal.
  2. Level 2: ComprehensionSedangkan comprehension merupakan kemampuan kognitif yang melibatkan kemampuan untuk memahami konsep, membandingkan konsep, menginterpretasikan suatu fenomena atau abstraksi tertentu, dan dapat menyimpulkan main idea dari pembahasan-pembahasan tertentu.
  3. Level 3: Critical Thinking, terdiri dari beberapa dimensi, yaitu: analysis, evaluation, synthesis.
  • Analysis menguji dan menguraikan informasi dan/atau pengetahuan dengan cara mengidentifikasi komponen-komponen dari informasitersebut (misalnya: penyebab, efek, dan prevalensi)
  • Evaluation: mengajukan dan mempertahankan opini dengan cara membuat penilaian mengenai informasi dari gagasan berdasarkan dengan kriteria-kriteria tertentu.
  • Synthesis: mengumpulkan informasi-informasi terkait suatu gagasan tertentu untuk membuat suatu kesimpulan dan menghasilkan gagasan alternatif
Suatu aktivitas pembelajaran dapat dikatakan efektif dan memberikan manfaat ketika aktivitas tersebut dapat membawa kita ke level 3: kognisi critical thinking. Ketika kita cuma itung-itungan dengan ngehafal rumus, atau tau istilah-istilah dengan cara ngehapal, maka agan/sis hanya sampai ke level kognitif knowledgedoang.
Nah untuk bisa belajar dengan cara yang bener, agan/sis justru jangan cuma sampai ke level-1 doang, tapi agan/sis juga dituntut untuk mengolah knowledge itu menjadi level 2: comprehension hingga ke level 3: analysis, evaluation, dan synthesis.
So, menurut ane, baik ketika agan/sis masuk jurusan IPA ataupun jurusan IPS, hapalan dan itungan itu bukanlah hal yang patut agan/sis pusingin. Justru hal yang harus lu pastikan adalah apakah agan/sis paham dengan apa yang disampaikan oleh guru/apa yang sedang dipelajarin. Ketika agan/sis udah paham sama suatu konsep, secara otomatis agan/sis akan familiar dengan konsep tersebut, dan tanpa intensi untuk menghafal, agan/sis akan hafal istilah-istilah dan rumus-rumus itu dengan sendirinya. agan/sis harus punya prinsip “Yang penting ngerti dulu, kalau hafal mah itu bonus buat gue.” .

Mitos #3: Anak IPA itu emang udah seharusnya lebih jago Matematika daripada anak IPS

Misskonsepsi ini sebetulnya salah satu yang paling parah, T_T bahkan di terjadi di kalangan guru sekalipun. Agan/sis tau gak sih kalo sebetulnya matematika ini bukanlah cabang dari bidang IPA (natural science), dan bukan juga IPS (social science).

"Lha.., bukannya selama ini ane pikir matematika itu identik dengan jurusan IPA??"

Nope. IPA maupun IPS adalah science. Maksudnya science, itu artinya ilmu mempelajari hal yang konkrit, sedangkan matematika itu adalah ilmu abstrak, bukan konkrit. Jadi sekali lagi, matematika itu bukan science.
Istilah science artinya kita mempelajari ilmu yang bisa diamati dan bisa direpresentasikan dalam dunia nyata, pembuktiannya disebut dengan evidence. Sedangkan inti dari matematika itu adalah abstract modeling dari logika dimana pembuktiannya biasa disebut dengan proof. Jadi matematika merupakan ilmu pengetahuan murni yang bersifat abstrak dan dia bisa berdiri sendiri tanpa sokongan ilmu-ilmu lain.
So, Matematika itu sama sekali gak identik sama hitungan apalagi jurusan IPA. Matematika itu gak nyambung sama sekali sama ilmu alam maupun hitungan. Jadi sebetulnya baik jurusan IPA maupun IPS harus sama-sama menguasai pelajaran matematika dengan baik broo, karena konsep-konsep dasar dari matematika bisa diterapkan untuk membantu cabang-cabang ilmu lainnya dalam proses pengembangan ilmu tersebut.

Mitos #4: Anak IPA bisa masuk semua jurusan kuliah, anak IPS cuma bisa soshum

 ipa ips
Awkwkwk Ketika temen ane SBMPTN, Katanya banyak yang ngeluh karena anak-anak IPA dianggap sering “mengambil lahan” anak-anak IPS ketika memasuki  jurusan-jurusan pas mau kuliah. 
ya.. Sebetulnya sih, hal ini ada benernya juga, mengingat banyak banget kakak-kakak kelas yang dulunya berada di jurusan IPA tapi pas SBMPTN ngambil jurusan IPC supaya bisa ambil jurusan IPS pas kuliahnya.
Terus katanya biasanya kalo anak-anak IPA yang ngambil IPC ada yang lulus pas SBMPTN-nya dalam ngambil jurusan seperti Psikologi, Ekonomi, atau Hubungan Internasional, langsung dah menggerutu seperti ini.

"Halah anak IPA kenapa sih masih ngerebut aja lahan anak IPS!!? Padahal kan mereka udah punya jurusannya sendiri *pake muka kesel ala sinetron, kenapa gak dari awal aja mereka ambil jurusan IPS?? Mereka kan pinter-pinter jadi gampang aja kalo mau ngambil soshum, sedangkan kita yang di IPS kan gak bisa segampang itu ngambil jurusan IPA."

Gak sedikit juga loh yg ngedengerin komentar seperti ini, terutama nanti begitu agan/sis yang di kelas 12 SMA udah mulai mikirin jurusan kuliah. Sebenernya sikap seperti ini mungkin lu anggep sebagai celotehan biasa aja, tapi jangan salah loh. Sikap seperti ini tuh bisa diterjemahkan sebagai sikap inferior yang juga berperan menambah pupuk paradigma yang salah tentang pembagian IPA maupun IPS
So, in the end, ane cuma mau nekenin kalau sebenernya IPA dan IPS itu bukanlah dua disiplin ilmu yang berlainan satu sama lain, bukan juga dua disiplin ilmu yang berada di satu kontinum yang sama (maksudnya gak bisa dibandingin kalo ilmu X lebih baik dari pada ilmu Y). Setiap cabang ilmu pengetahuan menurut ane memiliki landasan berpikir masing-masing tapi ilmu-ilmu tersebut juga bisa terintegrasi satu sama lain dalam menjelaskan segala hal yang terjadi di alam semesta ini. Pemisahan antara "alam" dan "sosial" sebetulnya hanyalah label untuk melihat suatu fenomena dari satu sudut pandang tertentu.
Misalnya gini deh, ketika kita meninjau kembali tentang fenomena wabah Black Death yang terjadi di Eropa pada abad 14, kita bisa meninjau fenomena ekstrim ini dari berbagai sudut pandang disiplin ilmu. Buat lo yang belum tau, Black Death merupakan pandemi (wabah penyakit) pertama di dunia, dengan total kematian diperkirakan hingga 200 juta jiwa! (itu hampir sama banyaknya dengan jumlah populasi penduduk Indonesia sekarang lho). Penyebabnya cuma bakteri yang namanya Xenopsylla cheopis. Hal ini mungkin bisa ditinjau dari sudut pandang biologi tentang bagaimana wabah ini menyebar dengan sistem parasit 2 level. Tikus (Rattus ratus) yg diparasiti oleh Pinjal (Xenopsylla cheopsis) dan diparasiti lagi oleh bakteri pes (Yersinia pestis). Tapi fenomena ini juga bisa ditinjau dari sudut pandang lain seperti perubahan sosiologi masyarakat Eropa yang berubah drastis. Sampai dalam sudut pandang politik dengan mulai dari berkurangnya kepercayaan terhadap otoritas Kerajaan Roma.
Nah dari contoh fenomena wabah Black Death yang ane sedikit kupas di atas, kita jadi punya gambaran komprehensif terkait fenomena-fenomena tertentu di lingkungan kita dengan melihat dari berbagai macam sudut pandang, baik segi alam maupun sosial. Selain itu, kita juga bisa mengambil kesimpulan yang tepat terkait suatu fenomena kalau kita bisa menganalisisnya dari berbagai sudut pandang dan memilih sudut pandang mana yang paling pas dan bisa menjelaskan fenomena-fenomena yang kita analisis. 
Akhir kata pesen ane cuma satu, bahwa sebetulnya yang namanya ilmu itu gak bisa kita kategoriin sebagai IPA atau IPS, itu sebetulnya cuma label agar memudahkan untuk dipelajari doang. Karena pada hakikatnya alam semesta ini bekerja dan berinteraksi dalam satu kesatuan sebagaimana adanya kita lihat sekarang ini, dan pembagian ilmu itu hanyalah penalaran kita untuk memudahkan cara kita memandang suatu fenomena yang terjadi.
Semoga postingan ini bermanfaat gan..  
Mohon bantuannya di share ya..  ^_^

"Orang bijak selalu tinggalkan Jejak"
Keterangan Sumber :
Huitt, W. (2004). Bloom et al.'s taxonomy of the cognitive domain. Educational Psychology Interactive, 22.
Carey, S. (2009), "Where our number concepts come from", Journal of Philosophy 106 (4): 220–254
Categories: ,